Berkaca Terhadap Tujuan

Mari kita mulai artikel ini dengan sebuah cerita. Suatu ketika ada seorang pria, kita anggap Bapak B, sedang pulang setelah berpergian jauh. Pada saat ia pulang ke rumah, ia teringat akan janjinya untuk menghadiri sebuah acara penting. Bergegas setelah itu, Bapak B langsung membasahi dirinya untuk mandi dan berbenah diri sebelum pergi. Ketika hendak mencari baju yang akan digunakan, dia berjalan menuju ke arah lemari pakaian di kamarnya. Sayang ketika hendak dibuka, lemari tersebut terkunci sehingga dia harus mencari kunci untuk membuka lemari tersebut.
Detik berganti dan menit pun ikut berganti, ternyata setelah sekian lama mencari kesana kemari kunci tersebut tidak berhasil ditemukan. Lalu pikiran lain muncul, Bapak B berusaha mencari pahat untuk dapat mencongkel lemari tersebut dan mengambil baju didalamya. Karena tidak pernah menggunakan pahat, Bapak B tidak tahu dimana letak pahat itu berada sehingga dicari pembantunya yang menyimpan pahat tersebut. Tapi ternyata pembantu tersebut tidak ada di rumah.
Semakin jengkel Bapak B dengan kondisi ini, karena ia tidak bertemu dengan pembantunya dan tidak dapat menemukan pahat untuk mencongkel lemari dan mengambil baju. Dengan amarah yang mulai hadir (dikarenakan tekanan, emosi dan kelelahan) Bapak B menanyakan perihal keberadaan pembantunya pada pembantu sebelah rumah. Titik terang pun ditemukan, pembantu sebelah mengatakan bahwa pembantu Bapak B sedang ada di sebuah warung dekat rumah.
Bergegas Bapak B mendekati warung tesebut dengan tujuan untuk mencari sang pembantu sehingga dapat menemukan pahat yang akan digunakan untuk mencongkel lemari dan mengambil baju. Setelah bertemu dengan pembantunya tersebut, Bapak B bertanya "dimana kau simpan pahat di rumah?", diberikan pertanyaan seperti itu sang pembantu menjawab "ada pak,,tapi untuk apa?" yang kemudian di jawab lagi oleh Bapak B "untuk mencongkel lemari!!!". Mendengar jawaban tersebut sang pembantu malah bertanya balik pada Bapak B "hmm..kalau untuk mencongkel pakai linggis pun bisa pak, dan lebih praktis". Mendengar jawaban yang "nyeleneh" dari sang pembantu, tingkat emosi Bapak B kembali naik, namun ia sadar bahwa perkataan sang pembantu memang benar , kemudian Bapak B berkata "okelah kalau begitu, mari congkel lemari tersebut". Mendengar kata "mencongkel lemari" sang pembantu kembali bertanya "kenapa dicongkel pak lemarinya?kan ada kuncinya" dengan lugas Bapak B menjawab "kalau ada kuncinya tentu saya tidak akan mencoba tuk mencongkel lemari tersebut, saya cari tidak ketemu dari tadi". Sang pembantu berpikir sejenak "oooo..jadi untuk membuka lemari,, lemari yang mana pak?", "lemari yang ada di kamar saya" tukas Bapak B. Sang pembantu pun membalas "ooo..kalau lemari yang ada di kamar bapak tersebut kuncinya memang hilang pak, sudah lama. Sehingga memang tidak bisa dibuka dan isinya kosong. Untuk pakaiannya saya pindahkan ke lain tempat di luar lemari tersebut" mendengar jawaban tersebut Bapak B tertegun dan kaget. Setelah itu dia berpikir "Mengapa saya harus mencari kunci, pahat, dan pembantu saya untuk dapat mengambil baju?padahal tujuan saya jelas untuk mengambil baju yang masih bersih sedangkan pada tas yang saya bawa ada beberapa stel pakain yang masih bersih."

Berkaca akan cerita tersebut, ada hal yang menarik dan patut dipelajari. Bagaimana tujuan awal Bapak B untuk mencari baju terbiaskan oleh tujuan lain. Padahal jika Bapak B fokus terhadap sasaran atau tujuan awal, akan terbuka banyak pillihan baginya untuk mendapatkan baju yang dapat dia kenakan. Bisa saja baju yang ada pada tas yang dia bawa atau mungkin meminjam milik pembantunya. Namun yang terjadi adalah adanya pembiasan sasaran awal menjadi sasaran perantara dan dianggap sebagai tujuan akhir.
Pelajaran inilah yang semoga bisa menjadi masukan bagi kita semua, bahwa bisa jadi sasaran atau tujuan yang kita jalani saat ini adalah tujuan perantara bukan tujuan akhir yang ingin kita capai. Dan salah satu solusinya adalah bagaiamana kita dapat meninjau kembali dan berpikir ulang agar tujuan tersebut tidak terbiaskan.
Selamat bagi yang telah memiliki tujuan (baik jangka panjang atau pendek), karena tanpa tujuan hidup akan statis dan tak ada perbaikan. Namun ingat lakukan instropkesi dan pengkajian ulang akan proses dalam mencapai tujuan ini, apakah sudah benar atau merupakan tujuan yang terbiaskan.
*story by : Budi Matindas


-- A.S.H --

Comments

Popular posts from this blog

Wisata dan Tempat Menarik Balikpapan

Inovasi Teknologi Automotif Masa Depan “Ramah Lingkungan dan Kinerja Optimal”

Wireline Logging Operation